Swara Pena
  • Kelas Menulis
  • Pena Sastra
    • SEMUA
    • Non Fiksi
    • Prosa
    • Puisi

    Gelombang Ketukan di Negeri Demokrasi

    Keanehan Pemuda dan Rokok Kretek Tuanya

    Ilustrasi

    perihal sakit hati

    Teranyam Sendu Namamu

    ecangkir Kopi, untuk-Mu Sang Maha

    Secangkir Kopi, untukMu Sang Maha

    Ilustrasi Petani ganyang Koorporasi. (Sumber: ChatGPT)

    Petani Mengganyang Korporasi

    Pseudoscience Cinta

    Pseudoscience Cinta

    Puisi

    Jangan Selesaikan Kalimatmu

    Bercinta Dikala Senja

    • Prosa
    • Puisi
    • Non Fiksi
    • Cerita Rakyat
    • Naskah Drama
  • Pena Kabar

    Api di Tanah “Tuan Kebun”

    Tangisan Ibu Pertiwi

    Lumbung Pangan

    Proyek Lumbung Pangan, dari Solusi jadi Ancaman

  • Pena Artikel

    Sistem Lokal Pukung Pahewan: Jalan Pulang Menuju Tata Kelola Gambut Lestari 

    Ketahanan Pangan

    Imbas Kebijakan Larangan Membakar Lahan, Warga Kalumpang Tempuh Jalan Buntu: Jual Tanah ke Perusahaan

    Demo dan Emosi “kacamata Psikologis arogansi aparat pada massa aksi”

    Dediphobia: Antara Candaan Netizen dan Kajian Psikologi

    Jonathan: Suami Badungil

    Sakit yang Tak Sirna

    Muara Mea

    Muara Mea, Jantung Terakhir Hutan

    ILUSI MASKULINITAS

    Nasib PKL, Antara Penataan Kota & Pengabaian Ekonomi Rakyat Kecil

    Prinsip Miranda dalam Hukum Acara Pidana Indonesia

  • Pena Opini
    Oplus_131072

    Menjaga perkataan : baik buruknya kamu yang terima

    Demo dan Emosi “kacamata Psikologis arogansi aparat pada massa aksi”

    Dediphobia: Antara Candaan Netizen dan Kajian Psikologi

    Kibarkan Bendera One Piece : Benarkah Usaha Pemecah Belah Bangsa?

    Christ and women in adultery

    Terpisahnya Moral dan Kasih

    Perjuangan sebagai Tindakan Nyata dari Kebungkaman

    Ilustrasi. Membaca untuk kemajuan daerah dan negara.
(Sumber: ChatGPT)

    Membaca Untuk Kemajuan Kalimantan Tengah dan Indonesia

    Tinjauan Kritis terhadap Pasal Diskresi Kepolisian

    Negara Demokrasi yang Harus Terus Dihidupi

No Result
View All Result
Swara Pena
  • Kelas Menulis
  • Pena Sastra
    • SEMUA
    • Non Fiksi
    • Prosa
    • Puisi

    Gelombang Ketukan di Negeri Demokrasi

    Keanehan Pemuda dan Rokok Kretek Tuanya

    Ilustrasi

    perihal sakit hati

    Teranyam Sendu Namamu

    ecangkir Kopi, untuk-Mu Sang Maha

    Secangkir Kopi, untukMu Sang Maha

    Ilustrasi Petani ganyang Koorporasi. (Sumber: ChatGPT)

    Petani Mengganyang Korporasi

    Pseudoscience Cinta

    Pseudoscience Cinta

    Puisi

    Jangan Selesaikan Kalimatmu

    Bercinta Dikala Senja

    • Prosa
    • Puisi
    • Non Fiksi
    • Cerita Rakyat
    • Naskah Drama
  • Pena Kabar

    Api di Tanah “Tuan Kebun”

    Tangisan Ibu Pertiwi

    Lumbung Pangan

    Proyek Lumbung Pangan, dari Solusi jadi Ancaman

  • Pena Artikel

    Sistem Lokal Pukung Pahewan: Jalan Pulang Menuju Tata Kelola Gambut Lestari 

    Ketahanan Pangan

    Imbas Kebijakan Larangan Membakar Lahan, Warga Kalumpang Tempuh Jalan Buntu: Jual Tanah ke Perusahaan

    Demo dan Emosi “kacamata Psikologis arogansi aparat pada massa aksi”

    Dediphobia: Antara Candaan Netizen dan Kajian Psikologi

    Jonathan: Suami Badungil

    Sakit yang Tak Sirna

    Muara Mea

    Muara Mea, Jantung Terakhir Hutan

    ILUSI MASKULINITAS

    Nasib PKL, Antara Penataan Kota & Pengabaian Ekonomi Rakyat Kecil

    Prinsip Miranda dalam Hukum Acara Pidana Indonesia

  • Pena Opini
    Oplus_131072

    Menjaga perkataan : baik buruknya kamu yang terima

    Demo dan Emosi “kacamata Psikologis arogansi aparat pada massa aksi”

    Dediphobia: Antara Candaan Netizen dan Kajian Psikologi

    Kibarkan Bendera One Piece : Benarkah Usaha Pemecah Belah Bangsa?

    Christ and women in adultery

    Terpisahnya Moral dan Kasih

    Perjuangan sebagai Tindakan Nyata dari Kebungkaman

    Ilustrasi. Membaca untuk kemajuan daerah dan negara.
(Sumber: ChatGPT)

    Membaca Untuk Kemajuan Kalimantan Tengah dan Indonesia

    Tinjauan Kritis terhadap Pasal Diskresi Kepolisian

    Negara Demokrasi yang Harus Terus Dihidupi

No Result
View All Result
Swara Pena
No Result
View All Result
BERANDA Pena Artikel

Dediphobia: Antara Candaan Netizen dan Kajian Psikologi

OLEHJonathan Glorify B. Yakob
September 2, 2025
0 0

Belakangan ini, istilah dediphobia cukup ramai berseliweran di media sosial Indonesia. Istilah tersebut biasanya dipakai untuk menggambarkan rasa takut berlebihan atau perasaan canggung terhadap sosok bernama “Dedi”, yang kemudian dipelesetkan seolah-olah menjadi sebuah gangguan fobia sungguhan.

Walau terdengar serius, perlu ditegaskan bahwa dediphobia tidak tercatat dalam literatur psikologi resmi maupun manual diagnostik seperti DSM-5. Dengan kata lain, istilah ini lebih merupakan produk budaya populer ketimbang bagian dari gangguan kecemasan klinis. Fenomena ini menarik karena memperlihatkan bagaimana masyarakat meminjam istilah psikologi untuk humor, parodi, atau sekadar ekspresi sosial di ruang digital.

 

Fobia dalam Dunia Psikologi

Dalam psikologi klinis, fobia termasuk salah satu bentuk gangguan kecemasan. DSM-5 mendefinisikan specific phobia sebagai rasa takut yang intens, menetap, dan irasional terhadap objek atau situasi tertentu. Kondisi ini bukan sekadar rasa tidak nyaman, melainkan bisa mengganggu aktivitas sehari-hari.

Para ahli menjelaskan fobia sering terbentuk melalui pengalaman traumatis atau proses belajar. Misalnya, melalui mekanisme classical conditioning—pengalaman menakutkan yang melekat pada sebuah stimulus netral hingga memicu reaksi cemas berlebihan.

Karena itu, fobia sejati tentu berbeda dengan istilah populer seperti dediphobia yang sifatnya hanya candaan. Membeda-bedakan keduanya penting agar masyarakat tidak salah kaprah soal kesehatan mental.

 

Dediphobia Sebagai Budaya Populer

Berbeda dari fobia yang bersifat klinis, dediphobia lahir dari kreativitas netizen. Istilah ini muncul spontan di media sosial, lalu menyebar lewat komentar, unggahan, dan meme. Menurut kajian budaya digital, internet memang menjadi ruang subur bagi perkembangan humor dan bahasa baru.

Dediphobia bisa dibilang lebih tepat disebut sebagai internet meme ketimbang istilah psikologis. Perpaduan antara kata “phobia” yang berkesan ilmiah dan nama lokal “Dedi” membuat istilah ini unik sekaligus mengundang tawa.

 

Perspektif Psikologi Humor

Fenomena ini juga bisa dipahami dari sudut pandang psikologi humor. Sigmund Freud pernah menyebut bahwa humor adalah mekanisme pertahanan diri yang membantu individu meredakan kecemasan.

Dalam konteks masyarakat Indonesia, penggunaan istilah dediphobia menunjukkan bagaimana sesuatu yang berpotensi membuat canggung atau takut justru diplesetkan menjadi bahan lelucon. Efeknya, bukan hanya menimbulkan tawa, tetapi juga membangun rasa kebersamaan di kalangan komunitas online.

 

Risiko Misinformasi

Meski lucu, ada risiko di balik istilah populer seperti ini. Banyak orang bisa keliru menganggap dediphobia sebagai istilah klinis yang sahih. Hal ini sejalan dengan penelitian tentang literasi psikologi yang menunjukkan bahwa masyarakat sering kesulitan membedakan konsep psikologis yang benar dengan sekadar mitos atau istilah gaul.

Jika dibiarkan, misinformasi semacam ini bisa meremehkan penderitaan orang dengan fobia nyata, sekaligus menurunkan kesadaran tentang pentingnya kesehatan mental.

 

Jadi, dediphobia sejatinya bukanlah fobia sungguhan. Ia lebih tepat dipahami sebagai fenomena budaya populer di dunia digital—bagian dari meme culture ketimbang diagnosis medis.

Namun, masyarakat tetap perlu hati-hati. Rasa takut yang dijadikan bahan candaan, terutama pada anak-anak, bisa saja berkembang menjadi pengalaman emosional yang membekas. Karena itu, penting untuk meningkatkan literasi psikologi agar kita bisa membedakan mana istilah populer dan mana konsep ilmiah sebenarnya.

Tags: DediphobiaDedy mulyadipsikologi
ShareTweetSendSendScan
Yayasan Betang Borneo Indonesia Yayasan Betang Borneo Indonesia Yayasan Betang Borneo Indonesia
SEBELUMNYA

Sakit yang Tak Sirna

BERIKUTNYA

Demo dan Emosi “kacamata Psikologis arogansi aparat pada massa aksi”

Jonathan Glorify B. Yakob

Jonathan Glorify B. Yakob

Mahasiswa Psikologi Kristen, Institut Agama Kristen Negeri Palangka Raya. Pegiat mental health di Ruang Publik Bercerita.

BERIKUTNYA

Demo dan Emosi "kacamata Psikologis arogansi aparat pada massa aksi"

Oplus_131072

Menjaga perkataan : baik buruknya kamu yang terima

  • Sejarah
  • Dapur
  • Menjadi Suara Melalui Tulisan
  • Galeri Kami

Copyright © SwaraPena - Komunitas Menulis Borneo

No Result
View All Result
  • Kelas Menulis
  • Pena Sastra
    • Prosa
    • Puisi
    • Non Fiksi
    • Cerita Rakyat
    • Naskah Drama
  • Pena Kabar
  • Pena Artikel
  • Pena Opini

Komunitas Menulis Borneo - Swara Pena

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
Sign In with Linked In
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In